Berapa sih rata-rata umur orang Indonesia ketika bisa membeli rumah pertama?
Belum nemu datanya sih, silakan comment kalo ada yang bisa share link referensinya ya.
Yang jelas, bisa beli rumah sendiri di umur 25 tahun, dengan program KPR sekalipun, pasti sudah jadi prestasi besar bagi mereka yang punya impian memiliki rumah sendiri.
Lulus kuliah (kalau cepat) sudah umur 21 atau 22 tahun.
Kalau bisa langsung kerja, maka ada waktu sekitar 3 tahun buat siapin uang muka rumah. Itu pun kalau bisa nabung sekitar Rp2 jutaan per bulan buat ngejar uang muka lumayan besar demi menekan cicilan KPR per bulan.
Bisa nabung atau investasi segitu, artinya minimal punya gaji Rp4,5 jutaan dan biaya operasional gak boleh lebih dari Rp 100 ribu per hari.
Kalau tinggal sama ortu, kerja dari rumah aja, kali bisa ya.
Tapi enggak semua orang punya kondisi seperti ini.
Jadi kalau usia 25 tahun bisa punya uang muka tanpa bantuan orang tua, sudah betul-betul prestasi. Terlepas dari dimana lokasi rumah yang dibeli.
Apalagi, enggak semua pekerja baru bisa nahan diri dengan semua payday sale 😀
Dorongan YOLO dan FOMO yang bikin konsumtif juga bikin perjalanan memiliki rumah sendiri terasa panjang dan berliku.
Ditambah lagi, kesulitan banyak orang untuk memiliki rumah pertama ini sebetulnya merupakan masalah struktural. Kalau pemerintah enggak turun tangan buat ngurusin salah satu kebutuhan primer ini, ya dah lah.
Jadi, kalau umur 40 masih belum punya rumah, ya bukan kesalahan individual juga. Pun, pada akhirnya ini masalah pilihan.
Jika memilih single, lalu punya gaya hidup nomaden, punya rumah malah bisa merepotkan.
Di Korea Selatan pun sama.
Harga properti yang terus melonjak tinggi semakin membuat impian punya rumah sendiri terasa mustahil.

Lewat drakor Monthly Magazine Home ini, meski baru dua episode, saya jadi tahu sedikit-sedikit tentang dunia properti di sana. Dan bagaimana para individu memandang ‘rumah’
Well, I’m looking forward to more insight!
Saya penasaran, ending apa yang akan dipilih penulis Myung Soo-hyun. Apakah drakor ini akan menjadi drakor motivasi dengan ujung: semua orang baru bahagia saat punya rumah? Apapun caranya?
Sinopsis Drakor Monthly Magazine Home
Drama ini mempertemukan dua orang yang memandang rumah dengan sudut pandang berbeda. Yang satu memandang rumah sebagai sebuah tempat tinggal yang juga memenuhi kebutuhan jiwa, sementara lainnya memandang rumah sebagai investasi berharga.
Na Young-Won, diperankan Jung So-Min, adalah editor berusia 35 tahun dengan pengalaman kerja 10 tahun. Ia belum lama pulang dari tugas liputan ketika mengalami PHK. Dalam kondisi menganggur, ia diusir dari kontrakan.
Young-won rupanya tak sadar telah mengontrak di rumah yang sudah dijadikan jaminan bank dengan utang besar. Sang pemilik kabur, dan rumah dilelang oleh bank.
Pemilik barunya, Yoo Ja-Sung (diperankan Kim Ji-Suk) mengusir Young-won dengan kompensasi penghiburan berupa traktiran sup tulang dan daging babi rebus. Ini jelas bukan hidangan mahal, setara dengan soto ayam Lamongan warung kaki lima lah.
Tentu saja Young-won tidak terima, tapi tak berdaya. Ia sadar telah tertipu pemilik kontrakan karena tergiur harga sewa bulanan murah.
Dengan terpaksa ia pun pindah ke kontrakan baru.
Enggak pakai lama, ia langsung dapat kontrakan baru yang buruk dengan sewa murah 200 ribu won per bulan tanpa deposit. Sebuah studio dengan kamar mandi.
Seharian Young-won membersihkan, nge-cat sendiri, dan menata dengan segala pernak-pernik.
Meski selalu ngontrak, Young-won memperlakukan rumah kontrakan dengan baik. Baginya, rumah bukan sekadar tempat melepas lelah. Tapi juga tempat ia menjadi diri sendiri, bebas mau ngapain aja. Rumah menjadi tempat ideal untuk mengisi energi kembali.
Di sarang yang nyaman itu, ia menghubungi jejaringnya, mencari peluang kerja.
Setelah sekian lama, kabar baik datang. Young-won mendapatkan kesempatan bekerja di Monthly Magazine Home, sebuah majalan bulanan yang membahas seputar hunian dan gaya hidup. Kaya majalah Asri atau IDEA gitu lah kalau di Indonesia zaman dulu mah.
Tanpa tes dan wawancara panjang, Young-won langsung diterima.
Tak disangka-sangka, di perusahaan itu ia bertemu Ja-sung, yang rupanya merupakan CEO majalah Monthly Magazine Home.

Ja-sung sebetulnya merupakan CEO perusahaan investasi yang fokus mengelola properti sebagai portofolio. Ia sengaja memiliki perusahaan media sendiri sebagai salah satu cara memasarkan aset.
Young-won kemudian baru paham betul apa tugasnya, dan ia menjadi kesal. Menulis konten marketing di media itu terasa memalukan bagi wartawan.
Young-won protes, “Sunbae, gimana bisa aku nulis namaku di artikel semacam itu.”
“Itu lah kenapa lima orang sebelum kamu, mengundurkan diri. Pemred udah nyerah. Ga usah cari yang pinter atau punya skill bagus, tapi cari yang butuh duit.”
Young-won diam. Idealisme butuh duit ya shayyy!
Lantas, seperti apa konflik antara dua tokoh utama yang punya pandangan berbeda tentang ‘rumah?
Stream it or skip it?
Baru nonton dua episode, saya rasa drakor Monthly Magazine Home ini punya potensi untuk dicintai.

Dari sisi kisah romance, kurasa enggak terlalu ada hal baru.
Karakter pria dingin tsundere dan perempuan ceroboh dalam drakor pun seperti sudah template di kebanyakan drama cinta-cintaan.
Namun, latar kisah drakor seputar properti itu justru menjadi poin menarik dan bisa relevan dengan banyak penonton muda secara global. Kondisi sosial masyarakat di sana bisa menjadi insight menarik yang sedap sebagai bumbu romansa antara CEO dan Editor majalah Monthly Magazine Home.
Dan tentu saja, saya menanti detail adegan, yang sering menjadi kekuatan drakor.
Sebagai anak kos sejak umur 16 tahun, yang kemudian 12 tahun ngontrak sejak umur 25 tahun, saya akrab dengan pemandangan pindahan seperti adegan Young-won bersama pickup berisi barang-barangnya.
Ketika Young-won ditugasi menulis artikel semi advertorial di majalah itu, saya juga berempati. Praktik pemilik media menggunakan media untuk keuntungan bisnis jamak juga di negeri kita.
Atau ketika Ja-Sung melakukan survei untuk menakar prospek nilai properti. Ia jalan kaki dari properti ke fasilitas umum di sekitar lokasi itu, menghitung waktu tempuh dan melakukan observasi secara mendalam.
Adegan itu menyiratkan pesan penting: jangan pernah kasi uang booking di pameran properti sebelum bener-bener liat lokasi. 😀
Pace cerita terasa cepat, dan beberapa bagian terasa “tiba-tiba”, tapi alur logika kisah masih terjaga, sih. Plus, yang terasa tiba-tiba itu udah dikasi clue bakal ada penjelasannya.

Untuk casting, saya enggak terlalu kuatir sama Jung So-min. Justru So-min lah alasan pertama kenapa saya kepo sama drakor ini.
Karakter yang ia mainkan memang agak mirip dengan perannya dalam drakor Because This Is My First Life, yaitu penulis yang pusing sama tempat tinggal. Semoga ia bisa memberi ciri pembeda yang makin nyata.

Saya justru agak was-was sama Kim Ji-suk. Aktor ini loveable banget sebagai pemeran pendukung di drakor bagus My Unfamiliar Family dan When Camellia is Bloom.
Tapi sebagai main lead dalam dua episode perdana ini, pesonanya belum terlihat.
Selain dua bintang ini, saya juga belum melihat potensi screen stealer, kecuali pada sosok fotografer Shin Geom yang diperankan Jung Goon-Jo. Tapi perannya di sini mirip dengan karakternya di Oh My Baby, sama-sama naksir kolega.

Monthly Magazine Home tayang di JTBC, bisa ditonton melalui layanan streaming asal Taiwan IQIYI setiap Rabu dan Kamis, pukul 21.00 WIB.
Kalau jadwal nonton on going masih lega, boleh lah nonton drakor ini.
Tapi kalau enggak punya banyak waktu, Racket Boys dan Hospital Playlist Session 2 bisa jadi pilihan utama.
Baca juga:
6 Alasan Drama Korea Racket Boys Layak Ditonton On Going
5 thoughts on “Drakor Monthly Magazine Home, Derita Editor Majalah Hunian yang Selalu Ngontrak”
Menarik ya tapi aku emang belum ada waktu buat nonton drakor banyak2 kak hihi duh pengen deh punya rumah impian, cash aja lah hihi
ikut Aamiin kenceng buat impian rumahnya 😀
Suka ama tips2 hematnya.. Asyik sih dramanya. Kangen jg ntn drakor ga pake mikir gini.. Mana lucu.
bener. Niat banget sampe ngejait kalender budget harian, berusaha hidup 10 ribu won per hari, tapi adaaaa aja ganjelan 😀
Surprisingly, aku masih bertahan nonton on going sampai sekarang. Enak nontonnya ga pake mikir rumit. 😀
Pingback: 8 Tips Atur Keuangan buat Freelancer di Masa Pandemi