Apa yang kita butuhkan dari sebuah drama akhir pekan?
Kalau buat saya, drakor akhir pekan wajib bikin happy saat nonton, apapun genrenya. Sekalian jadi obat lelah setelah aktivitas seminggu.
Seperti Vincenzo, meski berbau action tapi ada rasa-rasa jenaka, dan puas gitu. Ending episode cukup bikin kita puas dan berenergi menunggu akhir pekan berikutnya tanpa penasaran berlebih.
Model begitu lebih cocok ditonton on going pada akhir pekan, ketimbang model drakor depresif ala Nevertheless. Itulah kenapa, saya lebih prefer menoton Nevertheless secara marathon nunggu semua episode beres.
Nah, terbaru, ada Hometown Cha Cha Cha, pas banget buat drama akhir pekan versi saya .
Saat artikel ini tayang, sudah ada tiga episode berjalan.
Drakor ini, jauh-jauh hari sudah bikin geger. Gara-garanya, tentu saja karena Kim Seon-ho yang lagi heits banget akhir tahun 2020 berkat StartUp.
Sempat ada nama-nama berbeda untuk aktris utama, dan akhirnya Shin Min-a fix beradu akting dengan Seon-ho. Duo dimples ini seperti mencuri semua spotlight, hingga keberadaan Lee Sang-yi seperti tak terdeteksi.
Akamsi desa nelayan rasa Gangnam
Pada episode awal, penampilan Kim Seonho yang sudah ditunggu-tunggu para seonhada di dunia, termasuk saya, bikin silau. 😀

Inget kan scene pertama dia, berdiri di anjungan kapal nelayan yang siap merapat ke pelabuhan desa Gongjin, tapi dengan wajah dan rambut seperti keluar dari salon di Gangnam, Seoul.
Kurang kucel gitu loh. Kurang cokelat.
Gak realistis, tapi saya anggap ini seperti baca komik, ketika tokoh utama hadir dengan efek silau di sekitarnya. Hahaha. Mianhae, saya ngefans berat sama Kim Seonho, sampai kesal kok dibikin gini sih.
Tapi, sudahlah. Saya memilih memaafkan.
Kim Seon-ho, tampil sebagai Hong Dung-shik, seorang ‘pengangguran’ banyak acara. Kerjaannya sapu jagat di desa nelayan Gongjin. Kadang dia bantu nelayan, jadi juru lelang, agen properti, jadi kurir, barista, nunggu toko, nunggu sauna, nukang di rumah, pokoknya apa aja dia bisa.
Sertifikatnya berderet.
Siapapun bisa minta tolong dia mengerjakan sesuatu dengan baaran upah minimum perjam, sekitar delapan ribuan won per jam.
Sampai episode ke tiga, Dungshik sangat sempurna.
Tampan sampai seperti alien di kampung itu.
Ringan tangan, siap membantu.
Hangat dan ramah kepada siapa saja, terutama kepada orang tua.
Dan tentu saja, scene dia dengan si dokter gigi terasa jenaka.
Dokter elit yang buka klinik di kampung
Shin Min-a, memerankan Yoon Hye-jin, dokter gigi yang pindah dari klinik elit di Seoul ke desa Gongjin. Hye-jin biasa hidup sebagai manusia urban. Ia punya kehidupan baik di Seoul: bekerja di klinik gigi bonafide, dan sudah punya rumah. Tiap pagi dia jogging. Tipikal ambis, tapi aslinya nice dan berhati hangat.
Suatu hari, ia bentrok dengan si bos.
Pada hari ulang tahun almarhum sang ibu, Hye-jin pergi ke Gongjin, sebuah desa nelayan dengan pantai indah tempat ia pernah wisata bersama orangtua.
Lalu dengan impulsif, dia memutuskan buka klinik di kampung nelayan itu. Di sana tidak ada dokter gigi sehingga penduduk harus naik kendaraan 30 menit. Di sana, durasi perjalanan setengah jam buat dapat dokter gigi tuh udah masalah, mungkin ya?

Tak pakai lama, dokter gigi ini berhasil menyewa sebuah ruko untuk klinik dan rumah untuk tinggal.
Duh, kliniknya cakep banget dengan pemandangan langsung ke pantai. Asli, ngiri. Sampai sekarang, saya masih bercita-cita suatu saat punya rumah dengan ruang menulis menghadap laut. Aamiin.
Nah, Shin Min-a cukup pas memerankan orang kota besar yang misfit di kampung. Tanpa bermaksud snob, dia sudah terlihat sombong sekali, padahal ini masalah preferensi saja.
Misalnya, dia enggak bisa makan makanan yang diberikan menggunakan tangan.
Naas, ia berghibah tentang penyanyi gagal di kampung itu kepada sang sahabat, ketika microfon balai desa sedang on. Akibatnya, warga jadi ikut mendengarkan ghibahan itu.
Haduh, kebayang situasinya jadi super buruk dan serba enggak enak.
“Kamu hidup dengan baik. Kamu cerdas, nilai bagus, dan bisa jadi dokter. Tapi enggak semua orang bisa hidup seperti itu. Ada yang udah berjuang terus tapi cuma nemu jurang di ujung.”
kata Dungshik kepada sang dokter.
Kampung nelayan yang cakep
Drakor Hometown Cha Cha Cha selalu dibuka dengan scene landscape cantik kampung nelayan Gongjin. Tentu saja, desa ini hanya settingan.

Pengambilan gambar drakor ini mengambil lokasi di Pohang, bisa dibilang sebagai kota pantai di Korea Selatan. Jika menonton When Camelia Blooms, nah… lokasinya sama tuh.
Tanah berkontur perbukitan yang menghadap pantai sehingga rumah-rumah tampak berundak. Dalam drakor, pemandangan ini jadi sangat estetik. Super bersih, ditambah langit terang.
Kalau di Indonesia, mungkin mirip lah dengan pesisir pantai utara atau selatan, hm.. mirip-mirip Pangandaran lah, minus sampah.
Sejauh pengalaman nonton drakor, biasanya settingan lokasi di luar Seoul itu lumayan kasih feel beda. Ditambah dialek penduduk lokal yang cukup memberi warna.
Setting pedesaan di drakor Thank you (2007), When Camelia Blooms (2019), Do Do Sol La La Sol (2020), hingga Racket Boys (2021) cukup berhasil menggambarkan suasana kampung yang healing banget.
Soundtrack bener-bener weekend vibe!
No comment, dengerin aja deh sendiri.
Mood langsung kebawa ke pantai, sambil mengendarai camper van. Duh…asiiiikk.
Komunitas manula
Korea Selatan termasuk negara yang menjunjung rasa hormat tinggi kepada orang tua, sebelas dua belas seperti di Indonesia, Jepang, atau negara-negara Asia lain.
Pada beberapa drakor, kita bisa menangkap kesan pesan cerita untuk tidak melupakan manula. Bahkan tvN cukup progresif dengan menghadirkan drakor berfokus pada kisah manula seperti Dear My Friend. Ada juga Naviella.

Dalam drama ini, saya cukup tertarik dengan komunitas manula di kampung ini, sampai ada acara khusus untuk manula.
Saat terminal di gardu telekomunikasi dekat Gongjin terbakar, Dungshik sampai naik turun bukit buat mengabarkan informasi ini kepada para araboci dan haelmoni, kakek nenek – warga usia lanjut.
Belum sempat ngulik, tapi bagian ini cukup menarik buat diriset.
My Two Cent Comment
Drakor ini klise, mempertemukan dua tokoh utama yang sudah pernah bersua di masa kecil. Namun, vibe drakor ini sungguh membuat akhir minggu begitu menyenangkan.
Alur cerita oke, suasana pedesaan yang penuh kisah manusia, warna gambar super oke, dan tentu saja, akting bunglon Kim Seonho.
Dalam drakor ini, ia betul-betul Dungshik, bukan lagi investor Han Jipyeong , atau polisi stasiun metro JiSeok.
Satu-satunya yang bikin kurang puas dari Seonho dalam drakor ini ya itu tadi, kenapa akamsi alias pemuda lokal Gongjin lebih terasa seperti gigs worker Seoul yang rajin perawatan di salon dan klinik di Gangnam.
Kenapa coba, kenapaaaa.
4 thoughts on “Hometown Cha Cha Cha, Drakor Rileks Akhir Pekan”
Kek gig worker di Canggu ya, bok hahaha.
Eimsssssss. tapi bae lah. caem. hahaha
Aku nonton ini juga, setuju soal warna gambar yang super oke. Soundtracknya benar-benar weekend vibes, dan drakor ini jadi obat bagi emak yang puyeng nemenin daring senin sampe jumat. Ga kerasa 2 episode lagi ya. Btw sehat selalu mbak Sica
makasih udah mampirr 😀 sehat selalu juga mbaa 😀