Mianhae.
Kali ini saya nulis second love plot kisah drakor Be Melodramatic, bukan kisah cinta tokoh utamanya.
Alasannya, dua tokoh ini punya chemistry kuat, dan dialog-dialog flirting mereka itu…nyenengin 😀
Dan tentu saja, karena ada faktor Son Seok-gu (son sokku) yang berhasil bikin karakter sutradara Kim Sang-soo jadi sosok nyentrik, ngeselin, tapi ngangenin.
Karakter ini cocok banget ditemuin sama karakter Lee Eun-jung yang sedang berproses mengikhlaskan kehilangan, yang juga dimainkan apik oleh aktris Jeon Yeo-bin.
Scene mereka dalam drakor Be Melodramatic ini hanya ada di empat episode saja, itu pun mulai eps 10.
Paling-paling, kalau ditotal juga gak akan lebih dari 30 menit. Tapi adegan-adegan mereka sangat efektif, sehingga betul-betul memorable buat saya, dan mengundang rewatch berulang kali. 😀
Sama lah pesonanya seperti Mun & Sun di Scene 8, beda feel aja. Mun & Sun punya feel asmara yang lebih panas, hot partne in crime. Sedangkan Sang-soo & Eun-jung lebih seperti sweet partner in crime 😀
Background Eun-jung dan Sang-soo.
Lee Eun-jung, salah satu tokoh utama drakor Be Melodramatic ini, adalah sutradara film dokumenter yang idealis. Ia memiliki kekasih yang juga investor film-film dokumenternya, yang sepenuhnya percaya pada mimpi-mimpi Eun-jung.
Namun, sang kekasih meninggal akibat kanker.
Meski semua kematian selalu terasa mendadak, penderita penyakit kanker umumnya memiliki waktu dalam hitungan bulan, untuk bertahan sebelum meninggal.
Pada masa-masa kekasih bertahan, luka itu sudah ada di hati Eun-jung, sehingga terus membesar.
Ketika kekasihnya meninggal, Eun-jung mengalami Post Traumatic Stress Disorder PTSD yang tak berkesudahan. Ia sering ‘berbicara’ dengan kekasihnya yang telah meninggal secara tidak sadar. Ia tak pernah benar-benar bisa melepaskan.
Meski begitu ia berupaya dengan menemui psikiater. Ia juga menjual aset, dan menyumbangkan ke panti asuhan.

Eun-jung bersahabat dengan Jin-joo si penulis naskah drama yang pernah mengalami percobaan pemerkosaan, serta Han-joo, ibu tunggal dengan anak super aktif, yang bekerja di divisi pemasaran PH drama.
Mereka bertiga berusia 30-an, tinggal bersama di rumah Eun-jung. Satu lagi penghuni rumah itu ialah adik lelaki Eun-jung, Lee Hyo-bong yang sedang menjalani cinta sesama laki-laki.
Persahabatan mereka menyenangkan, sering nonton drama barang dan makan ramen. Ya, umumnya persahabatan teman serumah yang saling jaga lah.
Fokus kisah drakor Be Melodramatic ini memang isu-isu seputar quarter life crisis yang biasanya terjadi pada usia 25-30an. Makanya, ini bakal related banget dengan usia itu, plus mereka yang patah hati.
Chaotic First Impression
Eun-jung pertama kali melihat Kim Sang-soo ketika ia merekam kegiatan artis So-min, untuk film dokumenternya. So-min syuting iklan sembelit yang disutradarai Sang-soo.
Di industrinya, Sang-soo adalah sutradara iklan yang berhasil. Namun ia terkesan galak, kasar dan punya kebiasaan memaki. Saat syuting hari itu, Sang-soo memarahi sang aktris yang dinilai tak becus bekerja. Eun-jung diam saja.
Saya suka dengan cara penulis mengenalkan karakter Sang-soo di scene ini, sebagai sutradara galak.
Adegan ini juga baru dimunculkan di episode 10 drakor Be Melodramatic, setelah kita melihat bagaimana Eun-jung seolah menikmati PTSD-nya. Nyaris tak ada hal dalam kehidupan yang betul-betul menarik hatinya dan membuat senyum lebar.
Syuting iklan itu diulang keesokan harinya. Sang-soo masih tak puas atas performa si artis, dan mulai kesal sambil marah-marah. Editornya Eun-jung yang sedang merekam pun kena getahnya. Ia juga kena makian.
Ga tahan dengan makian Sang-soo, Eun-jung pun membalas makian itu. Lebih keras dan emosional. Sang-soo terdiam. “Ok, you win,” katanya.
Ya, mereka baru bener-bener punya dialog pada pertemuan kedua. Itu pun penuh kata-kata kasar. Tapi, jelas memorable.
Lalu hubungan romansa apa yang bisa diharapkan dari pertemuan pertama penuh kata-kata kasar? Bagaimana si penulis mempertemukan mereka kembali? Seperti apa rekonsiliasi yang terjadi nantinya?
Kamsahamnida, Gamdong-nim
Nama Sang-soo sebetulnya ada di daftar narasumber yang harus memberi testimonial dalam film dokumenter tentang si artis.
Sepertinya sutradara galak itu penasaran dengan perempuan yang berani memakinya balik. Terbukti ia sepakat untuk diwawancarai (agar mereka bertemu), dan menyampaikan kabar itu melalui si artis.
Hari wawancara mereka adalah hari Eun-jung menjalani sesi konsultasi dengan psikiaternya. Setiap selesai konsultasi, Eun-jung memang lebih emosional dan sedih.
Umumnya, orang merasakan kesedihan mendalam pasca kematian seseorang karena perasaan bersalah. Ia merasa bersalah jika hidupnya baik-baik saja setelah kematian orang yang ia sayangi, seolah orang itu tak ada arti apa-apa dan bisa dilupakan.
Seperti itu yang dirasakan Eun-jung.
Malam itu, sepulang dari sesi konsultasi, ia ke studio. Editornya sedang bekerja, Eun-jung tertidur di sofa. Ia bermimpi menyesakkan sampai tindihan. Ia sampai dibangunkan si editor.
Eun-jung masih sedih saat berjalan menuju kantor Sang-soo, untuk interview. Namun pikirannya masih terpaku pada mimpi itu. Fokusnya teralihkan. Eun-jung seolah melihat sosok kekasihnya di seberang jalan.
Eun-jung bergegas, melangkah cepat ingin mengejar kekasihnya. Tak sengaja, ia menabrak pemuda mabuk.
Dasar orang mabuk, dua pemuda ini bertingkah, memarahi dan mendorong Eun-jung hingga terjatuh.
Masih linglung dan sedih, Eun-jung tak melawan. Saat pemuda itu akan menjambak rambutnya, Sang-soo ada di situ, menendang dada di lelaki mabuk, dan tak ragu menghajar keduanya, hingga dua polisi datang.
Sepertinya inisiden ini terletak di dekat tempat wawancara, di kawasan kantor Sang-soo.
Mereka pun dibawa ke kantor polisi terdekat. Terbukti tak bersalah, Sang-soo dan Eun-jung lantas dibebaskan.
Di luar kantor polisi, Sang-soo melenggang, meninggalkan Eun-jung.
Sejak insiden itu, hingga mereka di kantor polisi, Sang-soo tak mengatakan sepatah kata pun kepada Eun-jung. Juga tak menunjukkan mereka pernah bertemu sebelumnya.
“Kamsahamnida, gamdong-nim.”
Sang-soo berhenti, berbalik. “Na arayo?” (apa saya kenal kamu?)
“Aaa.. kita ketemu saat syuting iklan So-min. Saya yang bikin film dokumenter.”
Sang-soo mundur dengan gerakan komikal. 😀
“Oh. Kamu perempuan bermulut kotor itu ya.”
“…”
“Sial. Rugi amat nolongin kamu tadi.”
Lalu Sang-soo ngeloyor.
“Gamdong-nim, gimana jadwal interview kita?”
Sang-soo menengok lagi. “Ikut aku.”
Scene mereka berakhir di sini. Namun, apa yang terjadi selama wawancara dijelaskan lewat perbincangan Eun-jung dengan timnya.
Dalam rekaman video itu, Sang-soo tak banyak bicara. Ia menjawab pertanyaan Eun-jung dengan kalimat-kalimat pendek. Ia juga menyuguhkan teh biji akasia yang disimpan di dalam botol miras dan disimpan di kulkas.
“Sutradara iklan terkenal kok kantornya lusuh,” komentar teman Eun-jung.
“Apa dia pakai narkoba?” kata si juru kamera.
“Dia minum teh biji akasia. Katanya karena gurih,” ujar Eun-jung.
“Bukannya teh kaya gitu pahit? Ah, aku mesti cobain sendiri. Hm, coba lihat kaya apa sih orangnya”
“Bahunya lebar ya. Dia tinggi?”
“Iya.”
“Joa.” (suka)
“Kayanya duitnya abis karena judi,” tebak si editor.
“Enggak apa-apa, asal ga pake duit gue.”
“Nah yang kaya eonni gini nih yang bikin cowok jahat makin banyak,” kata Eun-jung, lalu beranjak.
Dia masih kesal sama hasil wawancara yang buruk.
Malaikat Donor
Pertemuan Sang-soo dan Eun-jung berikutnya terjadi di episode 14.
Suatu hari, Eun-jung menerima undangan direktur panti asuhan untuk datang ke panti dan melihat-lihat. Eun-jung kaget melihat Sang-soo makan di sana.
“Laki-laki itu, lagi kerja sosial buat kejahatannya ya?” tanya Eun-jung pada direktur panti.
“Oh, Jangan takut, dia bukan napi. Dia donor malaikat kami, kami memanggilnya pak Ketua Kim. Setiap menghasilkan uang, ia selalu menyumbang. Saya juga bingung gimana cara dia menafkahi dirinya. Dia biasa ke mari dan makan di sini. Kalau tidak ada project, dia tidur di sini.”
Eun-jung bengong. Ia lalu makan di kantin itu, bersama direktur dan Sang-soo. Jelas ia penasaran.
Scene ini menunjukkan satu kesamaan mereka: sama-sama dianggap gila karena memberi donasi besar-besaran untuk panti asuhan.
Eun-jung pun menjalankan sejumlah kerja sukarela bersama Sang-soo. Mulai dari cuci baki makan, sampai cuci selimut. Dialog-dialog mereka pendek-pendek, tapi ‘dalem’ tanpa rasa khotbah. Eun-jung kesal dan dongkol dengan pembawaan Sang-soo yang terus pasang tampang sebel dan terpaksa mengerjakan pekerjaan sukarela itu, tapi terlihat ahli. Hasil kerjanya bagus meski dilakukan dengan berdengus.
Saya sendiri suka dengan adegan mereka nyuci selimut sambil bahas pentingnya balance dalam kehidupan.
Jelang sore, mereka duduk sambil menikmati es lemon.
Eun-jung yang penasaran, memandangi wajah Sang-soo yang tampak menikmati es lemonnya sambil memandangi anak-anak bermain.
“We?” (kenapa)
“Apa ceritamu? Cerita yang tragis dan menyedihkan,” Eun-jung bertanya serius.
“Aku lahir dan besar di keluarga menengah, tidak kaya, tapi tidak miskin. Masa kecilku bahagia. Aku belajar giat, masuk universitas, dan sukses.
“Gitu aja?”
“Iya”
“Menurutmu itu tragis?”
“Iya.”
“…”
“Apa kamu ingin dengar cerita anak-anak ini?’ tanya Sang-soo, matanya tak lepas dari anak-anak panti yang bermain tak jauh dari mereka.
“Ceritaku tragis dan menyedihkan, karena aku cuma punya cerita yang tadi. Kalau kita kumpulin cerita anak-anak itu, kita bisa bikin saus spageti.”
Eits, dalem ya. Jawaban yang kayaknya sembarangan itu emang satir, dan ngena di hati Eun-jung yang selama ini merasa jadi orang paling sedih di dunia sejak kematian pacar.
Eun-jung terdiam.
“Apa kamu butuh pelukan?”
Eun-jung nengok.
“Apa-apaan sih? Ngapain mau meluk segala.”
“Karena kamu sedih.”
“Kapan aku bilang aku sedih? Kalaupun iya, ngapain kamu pake peluk aku segala.”
“Nyaman. Pelukan itu bikin nyaman.”
Eun-jung geleng-geleng kepala. Ga habis pikir ama kelakuan Sang-soo yang terasa ajaib.
Sang-soo memanggil anak panti yang sedang bermain-main dengan isyarat jarinya.
Anak itu datang, dan memeluknya. Sang-soo memandang Eun-jung tanpa berkata apa-apa, namun secara demonstratif menunjukkan nyamannya pelukan yang ia tawarkan barusan.
Jinjja! 😀 😀 😀



Eun-jung gondok banget plus impressed. Ia juga tertawa melihat Sang-soo kemudian digelendotin tiga anak, lalu bercanda bersama mereka.
Saat hendak pulang, Sang-soo bertanya “Kamu bawa kendaraan enggak?”
“Enggak”
“Mau numpang?”
“Mau”
Adegan berikutnya, mereka berdua duduk di halte. Haha, kebayang gak gimana dongkolnya si Eun-jung. Sementara Sang-soo lempeng aja.

“Kalau naik transportasi umum, biasanya orang akan bilang ‘yuk bareng naik bis’ bukan menawarkan tumpangan.”
“Oh, gitu. Masa?”
“Kamu nggak punya mobil?”
“Transportasi umum itu luar biasa. Kita bisa pindah bis dengan gratis.”
Saat bis datang, Sang-soo mencegat dengan heboh.
“Emangnya nyegat taksi. Nanti juga berhenti di sini.”
“Enggak. Aku pernah dilewati gitu aja.”
Bis berhenti. Sang-soo masuk, membayar untuk dua orang.
Lalu mereka duduk bersebelahan, di bis yang kosong itu. Hanya ada supir dan mereka berdua.
Haha, bener juga Sang-soo bilang ngasih tumpangan, serasa bus pribadi. Hahaha 😀
Saya rasa Eun-jung sudah super tertarik sama Sang-soo dalam scene ini. Ia mungkin merasa takjub dengan pemikiran Sang-soo, sekaligus nyaman. Di bis yang kosong itu ia memilih duduk bersebelahan, mendekati Sang-soo yang duduk lebih dulu dekat jendela. Mereka saling diam, tapi tak tampak tak menyukai. Duduk berdekatan saja memang cukup, tanpa harus bicara.
“Bentar lagi aku turun di halte depan,” pamit Eun-jung.
“Ok. Kamu tinggal di daerah sini ya.”
“Enggak. Aku ganti bis.”
“Transfer bis itu…”
“Gratis.”
“Perjalanan yang kamu tempuh hari ini sangat berharga. Pulang dan dapatkan hadiahnya di rumah,” kata Sang-soo mendadak serius. Ia menatap Eun-jung lekat-lekat.
“Hadiah?”
“Kau akan menemukan di rumah. Nah, untuk itu, apa yang harus kamu lakukan?” ujar Sang-soo sambil mengacungkan jari telunjuk.
Eun-jung diam, siap menyimak, seolah menunggu jawaban filosofis yang penuh makna.
Sang-soo menggerakan telunjuknya ke arah bel di sisi jendela bis, dan memencet. “Biiiipppp”, katanya.
Eun-jung geleng-geleng kepala sambil menahan tawa.
“Wahh.. kok bisa orang kaya gini jadi sutradara. Apa bisa hidup normal dengan kelakuan kaya gini.”
Saya pun selalu terbahak liat kelakuan Sangsoo di drakor Be Melodramatic ini. Bikin ketawa, tanpa dia tampil slapstick. Comical, but subtle.
Malam itu, Eun-jung pulang ke rumah yang masih sepi. Penghuni lain rupanya masih di luar. Ia lelah dan berniat tidur. Namun ia bangun lagi, membuka kotak kado berisi kenangan dengan si pacar. Salah satunya, ponsel kekasih yang tak pernah berani ia buka. Di dalam ponsel itu, si pacar menyimpan jurnal kebersamaan mereka, yang rencananya akan diberikan saat mereka menikah.
Eun-jung memberanikan diri membuka aplikasi itu, melihat foto-foto dan membaca captionnya. Malam itu, ia mendapat hadiahnya.
Salah satu kekuatan drakor Be Melodramatic ini memang terletak pada dialog dan plot penyelesaian masalah para karakter yang baik.
Buat yang patah hati, drakor Be Melodramatic ini bisa jadi tontonan yang healing lah 😀
I hate to be cute (Eps 14)
Beberapa hari kemudian, Saat Eun-jung merekam wawancara dengan si aktris, pesan masuk beruntun dari Sang-soo. Isinya, foto-foto dengan pose kocak. Saat Eun-jung masih bingung, pesan baru dari Sang-soo kembali masuk.
“Cepat hapus.”
“Apaan sih ini?”
“Hapus. Cepat.”
“Aku tanya, ini apaan.”
“Harusnya ini foto-foto buat keponakanku. Namanya Eun-jung. Cepat hapus.”
“Jangan main perintah. Sudah kuhapus”
“Pasti belum.”
“Salahmu sendiri pakai salah kirim.”
“Kamu yang salah karena namamu juga Lee Eun-jung. Cepat hapus.”
“Udah”
“Belum.”
Si aktris, So-min, terusik dengan keseruan Eun-jung berbalas pesan. “Apaan sih?”
“Enggak apa-apa. Urusan kerjaan”
Ponsel Eun-jung berbunyi lagi.
“Cepat hapus.”
“Aku lagi sama So-min. Mau aku tunjukkan fotomu sama dia?”
“Jangan”
“Bilang yang sopan. Katakan, tolong hapus.”
“Tolong hapus.”
“Katakan, terima kasih.”
“Terima kasih. “
“Mulai sekarang kamu harus selalu sopan.”
“Baik. Sudah kamu hapus?.”
“Aku akan menunjukkan ini pada So-min.”
“Maafkan.”
Eun-jung tergelak geli. So-min penasaran. “Kerjaan bisa seseru itu? Apaan sih”
Eun-jung pun memberikan HP nya. So-min tergelak melihat foto-foto giwoyo (cute) si sutradara galak yang memaki-maki dirinya beberapa hari lalu.
“Ini orang pake narkoba?”
Eun-jung mengedikkan bahu.
“Dasar gila, Ini bisa pose cute gini.”
“Sepertinya dia suka anak-anak. Dia menyumbang semua uangnya untuk panti asuhan. Dia makan di sana, karena malas beli nasi.”
“Dasar orang aneh,” kata Song-min.
“Iya, orang aneh yang menyenangkan.” kata Eun-jung.
“Bukan, ding. Orang aneh yang baik, “ koreksinya.
“Eh, enggak. Orang aneh aja,” tutup Eun-jung.
So-min meminta foto itu. Eun-jeung menolak.
“Aku mau pake foto ini buat minta wawancaraku. Kemarin dia jelek banget interview-nya.”
“Ya udah, cepetan nanti kirim aku ya.”
Eun-jung mengangguk.
Eun-jung di atas angin. Keesokan harinya mereka kembali bertemu. Wawancara dilakukan di kantor Sang-soo. Berbeda dengan interview sebelumnya, Sang-soo membuat testimoni yang apik tentang Song-min. Tampak tulus, dan manis.
“Tuh bisa ngomong manis. Harusnya gini dari kemarin.”
Sang-soo tersenyum, dengan mata mengarah ke hp Eun-jung. Dia yakin foto-foto itu belum dihapus.
Eun-jung siaga, mengambil ponselnya, seolah-olah melindungi baik-baik.
“Gak usah sok manis,” hadirnya.
Sang-soo menawarkan bir. Mereka keluar kantor, minum bir di mini market dengan camilan ikan smelt kering yang dibawa Sang-soo.
“Ini bukannya mau ngirit atau pelit. Tapi ini emang enak. Cobain aja.”
Eun-jung mengambil satu, menggigitnya dengan keras.
“Enak.”
“Kamu mau bawa? Ada Banyak di studioku.”
Eun-jung tak menjawab. Tangannya meraih kaleng bir, dan membukanya.
“Kamu sebetulnya cocok kok manis gitu, daripada maki-maki pakai kata-kata kasar.”
“Iya tau. Aku berusaha baik dan manis. Nggak nyaman, tapi untung aku punya kekuatan super”
“Foto-foto itu ga masalah kok. Foto cute gitu,”
“Aku ga suka cute.”
“Kamu suka anak-anak, masa ga suka hal-hal cute”
“Aku ga suka.”
“Tuh, cute.”
“Enggak:”
“Aduh, cute banget.”
“Dasar breng….”
“Kamu ga bisa manis juga kalo pas lagi kerja?”
“Aku ga tahan. Itulah kenapa aku mau pergi ke tempat yang orang ga ngerti bahasaku. ”
“Itu bukan masalah bahasa. Orang bisa ngerasain energi.”
“Afrika”
“He?”
“Orang di Afrika enggak ngerti bahasaku. Aku mau ke sana”
“Kamu mau bertemu anak-anak di sana?”
“Kali ini aku akan tinggal di sana sampai aku muak sama mereka. Aku mau nabung.”
“Gimana mau nabung kalo nyumbang melulu.”
Sang-soo diam seolah tak peduli.
“Aku sebetulnya mau tanya. Di panti asuhan itu.. Aku ngerasa mudah nafas di sana,” kata Eun-jung.
“Lalu, apa yang mau ditanya. Kamu cuma perlu merasakan yang kamu rasakan.”
“Iya bener, juga. Makasih”
“Buat apa?”
“Entahlah. Aku cuma bersyukur, makasih aja.”
“Kalau gitu…”
Eunjung paham. Ia menunjukkan ponselnya, membuka galeri foto, dan menghapus di depan Sang-soo.
Sejujurnya ya, saya ngerasa salah kirim ini cuma modusnya Sang-soo aja.
“Copynya gimana?”
“Eishh.. Emang kita di film kriminal”
Eun-jung menghabiskan bir nya dan pamit.
“Hapus juga dari ingatanmu,” kata Sang-soo setengah berteriak
Eun-jung berlalu. Sang-soo menenggak birnya. Ia masih merasa ada yang aneh.
Baru beberapa langkah berjarak, ponsel Sang-soo berbunyi.
Ia terbelalak melihat foto-fotonya, yang baru dikirim artis So-min.
Eun-jung berbalik, nyengir.
Sang-soo nyaris tertawa tanpa suara. “Berapa cepat kamu bisa lari 100 meter?” tanyanya setengah berteriak.
“15 detik”
“Wah kamu cepat ya.”
Sang soo lalu berdiri dengan gerakan mendadak. Eun-jung ngacir tanpa menoleh ke belakang.
Dan tentu saja, tidak ada proses kejar-kejaran lalu terjatuh dengan posisi wajah berdekatan yang lame itu 😀 What a lovely giwoyo scene. Seneng ya, bisa jahil gini. Masih cute pula. 😀
Mau pergi ke Afrika bersamaku? (Drakor Be Melodramatic Eps 15)
Eun-jung dan Sang-soo bertemu lagi di panti asuhan. Mereka makan bareng di kantin, nyuci baki piring bersama dengan keluhan Sang-soo seperti biasa.
Di sore hari, mereka duduk di bangku, menikmati es lemon.

“Kamu suka sama aku gak?”
Eun-jung menjawab tanpa menoleh. “Enggak”
“Sama kalo gitu. Aku nanya gitu, karena mau ngajak kamu ke Afrika.”
“Ngapain ngajak aku?”
“Karena uangku kurang.”
“Aku juga ga punya uang.”
“Kalau gitu kita nggak bisa pergi.”
“Beneran deh, perang ini bener-bener sumber masalah,” kata Sang-soong tiba-tiba.
Meski sekonyong-konyong, perkataan Sang-soo tak terasa aneh. Karena kita sebagai penonton sudah biasa dengan Sang-soo. Orang aneh, (yang menyenangkan dan baik), kalau kata Eun-jung.
“Kamu lagi ngomong sendiri, kan?” kata Eun-jung, sudah mulai biasa dan nyaman sama kelakuan Sang-soo.
Mereka lalu membahas perang Korea dan anak-anak yatim. Ini ga banyak, durasi ga lebih dari lima detik. Tapi jadi bahasan menarik antara mereka dan info penting juga buat penonton.
“Tidak ada yang tau anak-anak polos itu diseret ke tambang batu bara atau dijual ke luar negeri,” kata Sang-soo.
Eun-jung diam, menatap Sang-soo.
“Aku harap ada yang bikin dokumenter tentang ini,” ujar Sang-soo tanpa menatap Eun-jung, seolah bicara sendiri.
Pada adegan selanjutnya, kita bisa lihat Eun-jung mencari referensi anak-anak yatim yang dikirim ke luar negeri.
Hingga, satu tahun kemudian….
Our story
(Drakor Be Melodramatic eps 16)
Film dokumenter tentang So-min meledak di pasaran, bahkan tayang cukup lama di bioskop. So-min jadi bintang terkenal. Eun-jung bersiap ke Eropa.
Rambut Eun-jung tampak lurus, enggak lagi kriwil seperti sebelumnya. Ia juga lebih terlihat lebih firm dan ceria.
Ia janjian dengan Sang-soo, minum soju.
Dan, inilah adegan ‘nembak’ yang asyik 😀
Oh iya, Son Seok-gu ini seksi kalau ngomong bahasa Inggris. Hahaha. Nonton Sense-8 season 2 deh, kalau penasaran.
Sang-soo dan Eun-jung bertemu di kedai soju sambil barbekyu murah meriah.
Sang-soo mengambil sekantung ikan smelt kering, dan menjatuhkannya di meja.
“Nih, enggak bakal ada di Eropa”
Eun-jung mengambilnya. “Aku enggak pernah bilang kalau suka ini.”
“Nggak penting kamu suka apa enggak, Aku cuma mau kasih aja buat kamu.”
“Kalau dipikir-pikir, kamu agak mirip sama ikan smelt ini,” kata Eun-jung lempeng.
Tampang Sang-soo terkesan agak kesal, gak paham, tapi tampak menerima dengan senang.
Sumpah,saya nggak ngerti maksud Eun-jung menyamakan Sang-soo dengan ikan smelt. Tapi saya suka ekspresi mereka.
“Aku ga bawa apa-apa buat kamu. Lagian kamu bakal butuh lebih sedikit barang di Afrika daripada di Eropa,” kata Eun-sung. Ia memasukkan ikan smelt ke tas.
“Kamu juga akan kembali setelah beberapa bulan. Jadi, mari… terus bicara,” ujar Sang-soo.
“Tentang apa?
“You know, hal-hal yang enggak pernah kita bicarakan. Cerita kita.”
Eun-jung diam. Mereka saling bertatapan.
Lalu mengobrol.
Habis satu botol besar Soju.
Berlanjut ke botol kedua. Obrolan masih terlihat berlangsung menyenangkan.
Tak ada tawa berlebihan, atau binar mata penuh cinta atau penasaran. Obrolan mereka lebih terkesan seperti obrolan yang tenang. Masing-masing saling nyimak. Seneng kan ngobrol sama orang yang mungkin beda pemikiran, tapi sama-sama sedang berusaha memahami.
Lalu botol ketiga.
Sang-soo menuangkan soju untuk Eun-jung. Mereka siap bersulang.
“Here’s looking at you, Kid”
Eun-jung hanya diam. Matanya menatap Sang-soo, menunggu penjelasan.
“Ini quote terkenal film Casablanca yang diterjemahkan sangat keren dalam bahasa Korea.”
Eun-jung masih diam. Wajahnya merona, efek soju. Matanya makin sipit, seperti bengkak. Tapi cantik.
“Untuk semua yang dilihat oleh matamu. Bersulang, untuk matamu,” kata Sang-soo khidmat.
Mereka saling menatap. Eun-jung mengangkat sloki, siap bersulang.
Tapi tangan Sang-soo bergerak lebih cepat. Ia menempelkan sloki sojunya di mata kiri Eun-jung.
Daebak! Sloki soju itu betul-betul menempel di kelopak mata Eun-jung. Saya sungguh tertawa bahagia menonton adegan ini.
“Ya. (Singkirkan dari mataku).”
Sang-soo menurunkan slokinya. Memutar sisi sloki, memandanginya, seolah mengunci dalam ingatan, lalu menenggak soju dari tepi sloki yang menyentuh mata Eunjung, dengan khidmat.
Eun-jung tersenyum, sudah semakin maklum dengan kelakuan Sang-soo. Semmentara, saya baper.
“Mari kita bertemu di Maroko.”
Awwwh. aku sih YES.
Eun-jung menenggak sojunya.
“Sebelum aku ke Rwanda, ayo pergi ke Casablanca,” ajak Sang-soo.
Eun-jung tersenyum, mengangguk, “Mari kita pikirkan.”
“Oke”
Son Sukku as Sang-soo
Rasanya saya akan bisa mengingat scene di kedai soju itu untuk waktu yang cukup lama. Penulis memunculkan karakter Sang-soo dengan sabar (eps 10), menghadirkannya sebagai karakter yang tak biasa untuk Eun-jung yang patah hati.
Buat saya, kehadiran Sang-soo menjadi ‘pintu’ penyelesaiaan kasus Eun-jung sangat realistis. Dalam kehidupan, banyak kasus patah hati disembuhkan oleh waktu, dan orang baru. Bener?
Tapi karena sosok kekasih yang begitu kuat, Eun-jung perlu karakter yang ‘super beda’ biar dia bisa nengok sosok yang baru ini. Makanya sosok Sang-soo ini penting banget, meski cuma nongol nggak lebih dari 30 menit dalam 16 jam durasi drakor 😀
Dan, untung banget yang main Son Seokgu. Dia tuh cocok buat karakter-karakter nyeleneh, seenaknya, tapi hangat seperti Sang-soo di drakor Be Melodramatic ini.
Saya pribadi, suka banget sama aktor ini sejak dia main jadi psikopat di Mother (supporting actor). Lalu, jadi nontonin drama dia lainnya. Sebagai peselingkuh tobat di Matrimonial Chaos, detektif jago berantem yang romantis di Sense8, hingga staf kepresidenan yang tangkas dalam Designated Survivor. Bahkan kehadirannya yang secuil dalam Suits aja, saya masih ingat 😀
Seokgu jarang-jarang muncul. Tapi dia selalu pilih peran dengan baik. Dramanya ga selalu punya rating tinggi, sering underrated, tapi bagus-bagus, dan scene dia selalu memorable. Termasuk dalam drakor Be Melodramatic ini.
Banyak yang bilang, dia punya chemistry kuat dengan Bae-Doona. Saya setuju, dan termasuk yang ngeship mereka dalam kehidupan nyata, meski ternyata nggak kejadian. Haha.
Here’s looking at you, Kid
Buat yang suka nonton film, dan mau mencoba nonton film lama In Casablanca akan memahami bahwa frase itu tak sekadar tempelan.
Kalimat “Here’s looking at you, Kid,” punya makna lebih dalam dibandingkan harafiahnya. Ia melekat pada sebuah adegan penting dalam In Casablanca, sehingga punya konteks.
Seperti yang disebutkan Sang-soo, quote itu milik film Casablanca (1942), diucapkan oleh Rick (Humphrey Bogart) kepada Lisa (Ingrid Bergman) sesaat sebelum mereka berpisah. Adegan di film itu sendiri terasa subtle dan indah.

Sang-soo memilih quote terkenal itu saat perpisahan mereka, sebagai ungkapan ia akan selalu mengingat Eun-jung dan momen-momen kebersamaan yang sudah mereka lalui bersama (yang belum banyak), serta berharap bisa bersama di masa depan, seperti Rick kepada Lisa.
“Untuk semua yang dilihat matamu, Kid.” Ini semacam membekukan kenangan yang sudah dilihat mata, sejak mereka masih asing satu sama lain.
Yang menarik buat saya, Sang-soo beneran toast sama matanya Eun-jung, mengacu pada interpretasi terjemahan dalam bahasa Korea yang menurutnya sangat keren.
Untuk semua yang dilihat mata, maka sepatutnya mata yang diajak bersulang. 😀
Lalu ia memutar sisi slokinya, meminum soju dari tepi sloki yang menyentuh mata Eun-jung. Detil, dan jadinya “Sang-soo banget” karena dalam adegan-adegan sebelumnya, kita sudah biasa dengan cara mikir Sang-soo.
Dia filosofis, tapi ga rumit. Bahkan sangat praktis dalam tindakan.
Meski dalam durasi pendek, Sang-soo memiliki cukup adegan di drakor Be Melodramatic. Kita cukup kenal siapa dirinya dan bagaimana caranya berpikir. Sebagai penonton, kita dituntun dengan sabar dalam mengenal Sang-soo.
Kita tau, bahwa Sang-soo menentang ide kepemilikan, ia peka untuk mengenali kesedihan Eun-jung dan menawarkan pelukan dengan cara yang menghibur, ia berkata manis tentang hadiah yang menunggu di rumah, ia memberi ide tentang topik film dokumenter tanpa menggurui.
Kita juga paham, Sang-soo cerdas dalam bidangnya, dan dihargai dengan baik.
Dengan kapasitasnya sebagai sutradara (yang pasti banyak menonton film), ia memilih quote In Casablanca dengan hati-hati untuk situasi perpisahan.
Namun kita tak kaget ketika Sang-soo menginterpretasikan “as it is”, dengan menempelkan sloki pada mata Eun-jung.

Such a memorable scene, isn’t it? 😀
Drakor Be Melodramatic disutradarai dan ditulis (co-writer) oleh Lee Byung Hun, yang terkenal karena filmnya Twenty (2015) dan Extreme Job (2019). Film Extreme Job bahkan sempat menjadi film terlaris di Korea.
Ia sempat tertekan juga dengan rating Be Melodramatic yang jeblok banget. Bahkan rating episode 16 nya aja cuma 1%.
Tapi buat saya, ini salah satu drakor bertema slice of life yang penting, dengan dialog, plot, dan casting yang kuat. Hangat, menyentuh, dan akrab. Plus, 8 OST yang keren semua.
My fave: Your Shampoo Scent in The Flowers (Jang Beom June), berasa nempel terus di kepala. Apalagi versi baladanya yang bertempo lambat, dan biasanya muncul di adegan-adegan Sang-soo dan Eun-jung. 😀
OST ini juga populer banget di Korea, tapi tetep enggak naikin rating.
Ya, mau gimana lagi.
Enjoy!
10 thoughts on “Love Line Drakor Be Melodramatic, Here’s Looking at You, Kid!”
Pingback: Review Drakor Run On: Hidup Sepoi-sepoi di Trek Lari - Sica Harum
Pingback: Kesan Pertama Drakor Vincenzo, Ciao Big Boss! - Sica Harum
Pingback: Drakor Romantis A Piece of Your Mind, Kisah Geek yang Susah Move On -
Hi Sica, really appreciate udah tulis review sang soo dan eun jung , review kamu bagus deh bisa bawa aku sperti sedang menonton dengan membaca tulisan nya, sama aku juga suka seok koo di designate survivor, karismatik ga sih org nya haha, btw sukses terus ya
Hi Ivy
Makasih udah mampir 😀
Emang, postingan bahas plot love line ini sengaja aku dedikasikan buat sang soo dan eung jung tok, saking kena banget sama mereka. ahahaha.
Sokku juga favoritkuuuh. Kangen nonton drama dia lagi.
aku suka semua peran dia. tossss lah.
Makasih udah mampir 😀
Pingback: Drama Korea Imitation, Gelap Terang Dunia Idol Korea Selatan
Akhirnyaaa ada yg bahas seok koo di drama iniii!! Porsi dia didrama ini secuil banget yaa, belum nonton drama ini sih, tapi pas tau ada dia di jajaran cast auto girang tapi agak sedih juga karena dia bukan jajaran main cast 🙁
makasih udah mampir. Sokku selalu main apik dan cermat di setiap adegan yang dia punya, sekecil apapun cast nya 😀 kecil tapi penting dan meresahkan. hahahhaha.
Durasi tayang dia di Sense ama Baedonna cuma seupritttttt tapi masih kuingatt. Super seksi loh saat mereka teleponan rindu. eaaa
Sepertinya kamu mampir ke sini setelah My Liberation Notes ya? Aku juga sukaaaaaaaaaa banget sama drakor itu. Masih hang over sejak drakor itu tamat, lom ada selera nonton drakor baru lagi. hehehehe.
Makasih ya udah mampir ke blog yang udah lama ga diupdate ini 🙂
baca tulisan ini jd ngerasa uda nonton dramanya. detail tp ttp buat kita berimajinasi. selalu penasaran sm karakter sukku di be melodramatic.. terjawab sudah. great job. thanks a lot!
wah.. I’m so flattered. Terima kasih sudah berkunjung ya, sesama penggemar sokku 😀